Thursday, 27 November 2014

Sistem Perencanaan Pendidikan

Urgensi Perencanaan dalam Pengadaan Media Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
  1. A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif  mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Demikian bunyi pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional ini dibentuk sebagai tanggung jawab pemerintah dalam mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan bagi masyarakatnya, dalam rangka implementasi UUD 1945 Pasal 31.
Lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional tak lepas dari gerakan reformasi di Indonesia. Reformasi secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam bidang pendidikan, prinsip-prinsip tersebut memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen pendidikan. Di samping itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan.
Sistem pendidikan merupakan salah satu dari aspek kehidupan yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembaharuan kurikulum, penyusunan standar kompetensi lulusan, standar kualifikasi pendidik, standar pendanaan pendidikan, manajemen berbasis sekolah, otonomi perguruan tinggi, dan sebagainya merupakan unsur-unsur sistem pendidikan yang perlu diadakan pembaharuan. Pembaharuan pendidikan nasional juga dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan nasional pendidikan.
Menurut Hamalik (2005: 1), ”Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.” Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional terdiri dari beberapa komponen atau unsur-unsur 1) masukan, yang berupa calon peserta didik; 2) masukan instrumental, yaitu sumber-sumber daya pendidikan; 3) masukan lingkungan, meliputi aspek kehidupan bangsa; 4) proses, yang merupakan kegiatan mengubah masukan menjadi; 5) keluaran. Dalam sistem pendidikan nasional, unsur-unsur tersebut saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. (Soenarya, 2000: 90)
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas, merupakan salah satu unsur atau subsistem dari sistem pendidikan nasional. Meskipun sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional, namun proses pembalajaran itu sendiri bisa juga dipandang sebagai sebuah sistem. Ada beberapa unsur yang saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Unsur-unsur tersebut antara lain, guru, siswa, pengelolaan kelas, metode pengajaran, media pendidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Interaksi yang terjadi antara unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Salah satu unsur yang memegang peranan penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran adalah motivasi belajar siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan pembelajaran, dan yang memberikan arah pada kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. (Sardiman, 2008: 75). Penggunaan media dalam proses pembelajaran, variasi metode pengajaran, pengelolaan kelas yang efektif, merupakan hal-hal yang bisa dilakukan guru untuk memotivasi siswanya.
Dalam upaya membangkitkan motivasi belajar, media pembelajaran mempunyai peranan yang besar. Penggunaan media pembelajaran dalam penyajian materi ajar oleh guru, dapat merangsang dan menumbuhkan rasa ingin tahu, rasa ingin memahami dan berhasil yang ada dalam diri siswa. Penggunaan media pembelajaran yang efektif dan bervariasi akan menimbulkan kegairahan belajar siswa sehingga memungkinkan terjadinya interaksi lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya. Hal-hal inilah yang akan menimbulkan motivasi belajar siswa. (Soeharto, 2003: 114)
  1. B. Identifikasi Masalah
Menurut Gerlach & Ely (2006: 3), ”Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.” Gerlach & Ely cenderung memberikan pengertian lebih khusus tentang media dalam proses belajar mengajar sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran tidak selalu berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Seringkali kita menemui kendala dan hambatan dalam implementasi penggunaan media pendidikan. Setidaknya ada enam masalah yang sering ditemui di lapangan.
  1. Ketiadaan media pendidikan di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi.
  2. Jumlah media pendidikan yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan.
  3. Ketidakcocokan media pendidikan yang tersedia di sekolah-sekolah dengan kebutuhan materi pembelajaran.
  4. Kurangnya kompetensi tenaga kependidikan dalam penggunaan media pendidikan.
  5. Kurangnya kesadaran tenaga kependidikan untuk menggunakan media dalam proses pembelajaran
  6. Kurangnya dukungan dan motivasi pimpinan kepada tenaga kependidikan untuk mau menggunakan media pendidikan.
Masalah-masalah yang ada di atas, seringkali luput dari perhatian kita semua. Hal ini mungkin disebabkan karena paradigma berpikir kita yang selama ini lebih mementingkan hasil, yaitu mengejar tingkat kelulusan yang tinggi dalam Ujian Nasional. Kita sering menilai mutu pendidikan dengan tingginya angka kelulusan siswa. Padahal, jika kita berpikir dalam kerangka sistem pendidikan nasional, sekecil apapun unsur yang ada dalam sistem tersebut harus diperhatikan. Adanya masalah yang ditemui suatu unsur dalam sistem, akan berpengaruh terhadap jalannya sistem pendidikan nasional.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, penulis berasumsi timbulnya permasalahan dalam penggunaan media pendidikan, disebabkan karena perencanaan pendidikan dalam pengadaan media pendidikan tidak berjalan maksimal. Seringkali media pendidikan yang diadakan, tidak sesuai dengan kebutuhan. Atau, pengadaan media pendidikan tidak diiringi dengan perencanaan untuk mengadakan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kependidikan dalam hal penggunaan media pendidikan tersebut. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis tertarik untuk melihat bagaimana urgensi perencanaan pendidikan dalam hal pengadaan media pendidikan, ditinjau dari sistem pendidikan nasional.
  1. C. Tujuan
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai pendidikan sebagai suatu sistem, konsep dasar perencanaan pendidikan, konsep dasar media pendidikan, serta urgensi perencanaan pendidikan dalam pengadaan media pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. A. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Menurut Hamalik (2005:1), ”Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.” Defenisi yang hampir sama dikemukakan oleh Sutikno dalam Fathurrohman (2007: 23), yang mendefenisikan sistem sebagai totalitas struktur yang terdiri dari unsur-unsur, di mana masing-masing unsur tersebut mempunyai fungsi khusus, dan di antara mereka saling berinteraksi dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Hicks (1972) dalam Soenarya (2000: 12), menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat unsur-unsur yang saling berkaitan, saling bergantungan, dan saling berinteraksi atau suatu kesatuan usaha yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk mencapai satu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Sedangkan Kast dan Rosenzweig (1974) dalam Soenarya (2000: 12), mendefenisikan sistem sebagai suatu tatanan yang menyeluruh dan terpadu terdiri atas dua bagian atau lebih yang saling tergantung dan ditandai oleh batas-batas yang tegas dari lingkungan suprasistemnya.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat kita lihat bahwa setidaknya ada lima hal yang menjadi ciri-ciri suatu sistem. 1) sistem merupakan himpunan bagian-bagian, 2) bagian-bagian itu saling berkaitan, 3) masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama, 4) ditujukan untuk mencapai tujuan bersama, 5) terjadi dalam lingkungan yang kompleks. (Fathurrohman, 2007)
Pendidikan sebagai suatu sistem, berarti pendidikan memiliki komponen-komponen. Komponen pendidikan terdiri dari:
  1. Masukan (input). Yang menjadi masukan dalam sistem pendidikan adalah calon peserta didik.
  2. Masukan Instrumental (instrumental input). Masukan intrumental dari sistem pendidikan terdiri atas tujuan pendidikan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, ideologi, serta pengelolaan, penilaian, pengawasan, dan peran serta masyarakat.
  3. Masukan Lingkungan (enviromental input). Masukan lingkungan sistem pendidikan terdiri dari geografi, demografi/lingkungan fisik, agama, fasilitas dan budaya, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan.
  4. Proses (process) Proses dalam sistem pendidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang menjadi input dunia pendidikan, sampai siswa tersebut tamat dari suatu tingkat pendidikan.
  5. Keluaran (output) Keluaran dari sistem pendidikan adalah siswa yang telah memperoleh proses pembelajaran dalam masa waktu tertentu dan telah dinyatakan lulus dan berhak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, atau terjun ke dunia kerja.
Kelima bagian atau komponen pendidikan di atas, saling berkaitan dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Proses pembelajaran baru akan terjadi jika ada calon siswa yang akan menjadi objek dari proses pembelajaran. Tanpa kehadiran tenaga kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, dan komponen instrumental input lainnya, proses pembelajaran belum bisa terlaksana, meskipun telah ada calon siswa sebagai input sistem pendidikan.
Pengaruh dan peran serta dari enviromental input, tidak bisa kita abaikan. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, akan mempengaruhi proses pembelajaran. Pengaruhnya bisa berupa perubahan kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan media pendidikan, dan sebagainya. Faktor ekonomi keluarga calon siswa, akan berpengaruh terhadap kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Demikian pula halnya dengan situasi sosial masyarakat yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap implementasi dari sebuah kurikulum. Intinya, segenap aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, akan ikut mempengaruhi sistem pendidikan.
Pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri, juga akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan dari sistem pendidikan. Pengelolaan kelas yang efektif oleh tenaga kependidikan, penggunaan media pendidikan yang tepat dan variatif, serta kemampuan tenaga kependidikan untuk memvariasikan metode pengajaran, merupakan tiga hal penting dalam proses pembelajaran. Ketiga hal ini memegang peranan penting dalam menjaga dan meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan terjaganya motivasi belajar siswa, diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Keluaran dari suatu tingkat pendidikan merupakan input bagi tingkat pendidikan yang lain, atau merupakan aset tenaga kerja bagi dunia kerja. Untuk itu, keberhasilan suatu sistem pendidikan sering dinilai dari bagaimana kualitas keluaran dari sistem pendidikan tersebut. Keluaran yang berkualitas, merupakan masukan yang baik bagi sistem pendidikan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Keluaran yang berkualitas juga merupakan tenaga kerja yang sangat dibutuhkan oleh dunia kerja sekarang ini. Keluaran berkualitas ini sangat ditentukan oleh empat komponen sistem pendidikan lainnya.
B. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan
1.   Pengertian Perencanaan
Pada dasarnya perencanaan pendidikan adalah proses perencanaan yang dilakukan dalam bidang pendidikan. Sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting, perencanaan merupakan pondasi utama bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya. Hampir semua ahli manajemen memasukkan perencanaan ke dalam fungsi-fungsi manajemen yang mereka kemukakan.
Menurut Handoko (1998: 77), ”perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa.” Perencanaan yang baik menurutnya, dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi di waktu yang akan datang pada saat perencanaan itu akan dilaksanakan, serta waktu perencanaan itu dibuat.
Perencanaan bisa juga diartikan sebagai suatu proses penetapan tujuan dan penentuan cara-cara yang efisien untuk mencapai tujuan itu dengan efektif, serta perumusan kriteria keberhasilannya. (Aziz, 2010). Dari pengertian tersebut, ada tiga hal yang harus ada dalam sebuah perencanaan, 1) penetapan tujuan, 2) penentuan usaha-usaha untuk mencapai tujuan, dan 3) kriteria keberhasilan.
Jika dikaitkan pengertian perencanaan secara umum dengan dunia pendidikan, maka bisa disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses untuk menetapkan tujuan, menyediakan fasilitas serta lingkungan tertentu, mengidentifikasikan prasyarat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta menetapkan cara yang efektif dan efisien dalam usaha membentuk manusia agar memiliki kompetensi sosial dan individu secara maksimal. (Rifma, 2000)
2.   Proses Perencanaan
Proses perencanaan adalah suatu cara pandang yang logis mengenai apa yang ingin dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan bagaimana cara mengetahui apa yang dilakukan. Proses perencanaan ini diharapkan dapat membatu dalam mengambil keputusan, meskipun tidak menjanjikan atau memberi nilai-nilai tujuan, program atau arah apapun. (Soenarya, 2000)
Setidaknya ada empat kegiatan utama yang dilakukan dalam proses perencanaan. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah, 1) memformulasikan tujuan, 2) merumuskan strategi, kebijaksanaan, dan perincian rencana untuk mencapai tujuan, 3) membentuk organisasi untuk melaksanakan keputusan, dan 4) membahas hasil dan umpan balik untuk dijadikan bahan penyusunan rencana berikutnya. (Soenarya, 2000)
3.   Pendekatan dalam Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan sebagai salah satu fungsi manajemen pendidikan, menggunakan empat macam pendekatan. (Aziz, 2010)
a.   Sosial Demand Approach.
Pendekatan perencanaan pendidikan ini lebih berorientasi kepada kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan itu sendiri dan sebagai pengguna lulusan lembaga pendidikan. Menurut Enoch (1986) dalam Soenarya (2000), permintaan masyarakat yang berupa kebutuhan dan tuntutan ini setidaknya digunakan dalam tiga bentuk, 1) bila sasaran rencana pendidikan ditekankan pada faktor kependudukan, 2) bila sasaran rencana pendidikan didasarkan pada tujuan nasional suatu bangsa yang sesuai dengan aspirasi sosial dan kemauan politik pemerintah, dan 3) bila proyeksi rencana didasarkan pada analisis kebutuhan individu terhadap pendidikan.
Dalam pendekatan ini, kebutuhan dan keinginan masyarakat menjadi dasar bagi pengelola pendidikan dalam penyusunan rencana di bidang pendidikan. Penekanan kepada aspek pemerataan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam menggunakan jasa pendidikan dan pendayagunaan lulusan dalam dunia kerja merupakan ciri utama dari pendekatan ini.
b.   Man Power Approach
Pendekatan ini lebih menekankan kepada bagaimana menghasilkan lulusan yang mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas dari lulusan. Oleh sebab itu, perencanaan pendidikan lebih diarahkan kepada peningkatan kualitas dan kuantitas lulusan.
Menurut Davis (1980) dalam Soenarya (2000), setidaknya ada tiga pertimbangan pokok dalam pendekatan kebutuhan tenaga kerja, 1) prakiraan mengenai kemungkinan pertumbuhan pendapatan nasional, 2)  asumsi mengenai hubungan antara pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dengan jumlah tenaga kerja, dan 3) tingkat maksimum produktivitas tenaga kerja. Sehubungan dengan tiga pertimbangan pokok tersebut, maka perencanaan pendidikan dimulai dari membuat prakiraan kuantitas, kualitas, dan kualifikasi kebutuhan tenaga kerja untuk berbagai sektor ekonomi.
c.   Rate of Return Approach
Pendekatan rate of return dalam perencanaan pendidikan didasarkan pada model ekonomi. Pendekatan ini lebih berorientasi kepada keuntungan. Ini terlihat jelas dengan adanya kemungkinan untuk memperbandingkan secara ekonomis antara investasi yang diberikan pada sistem pendidikan dengan investasi yang diberikan kepada sektor-sektor ekonomi lainnya.
Barrios dan Davis (1980) dalam Soenarya (2000) mengemukakan bahwa kesulitan utama dalam penggunaan pendekatan ini, yaitu tingkat maksimal keuntungan sosial yang diperoleh dari pendidikan di universitas atau jenis pendidikan lainnya tidaklah selalu sama di saat ini dan masa yang akan datang. Salah satu kelemahan pendekatan ini adalah hanya mampu melihat keberhasilan pendidikan itu dari keuntungan atau balikan finansial dari sistem pendidikan.
d.   Systems Approach
Pendidikan sebagai suatu sistem, terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Interaksi tersebut terjadi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen pendidikan secara umum terbagi atas input, proses dan output. Perencanaan pendidikan dengan pendekatan sistem terpadu, melihat pendidikan sebagai suatu sistem. Pendekatan ini lebih berorientasi kepada keseimbangan aspek input, proses, maupun output dari dunia pendidikan.
Pendekatan sistem dalam perencanaan pendidikan memadukan tiga pendekatan yang sebelumnya. Jika pendekatan-pendekatan sebelumnya bersifat parsial dan cenderung mengabaikan hal-hal yang bukan merupakan fokusnya, maka pendekatan sistem terpadu ini lebih bersifat sistemik yang memandang pendidikan itu sebagai suatu sistem. Dan perencanaan pendidikan lebih diarahkan kepada keseimbangan di antara komponen-komponen yang ada pada sistem tersebut.
Kelebihan lain dari pendekatan ini adalah adanya nuansa ”job & service satisfaction” dan “quality product” . Kedua hal tersebut menjadi perhatian dalam pendekatan sistem terpadu ini. Adanya kedua hal tersebut pada gilirannya nanti mampu meningkatkan kualitas proses dan output pendidikan.
4.   Urgensi Perencanaan dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi, perencanaan mutlak diperlukan. Adanya perencanaan memungkinkan organisasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan. Adapun urgensi perencanaan dalam organisasi adalah, 1) memberikan arah pada pelaksanaan organisasi, 2) mengurangi dampak negatif perubahan, 3) meminimalkan pemborosan dan tumpang tindih kegiatan, 4) menentukan standar keberhasilan, dan 5) memudahkan kontrol dengan adanya ”Standar Operational Procedure”.
C.  Konsep dasar Media Pendidikan
1.   Pengertian Media Pendidikan
Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun sebuah kondisi, yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Sedangkan secara khusus media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. (Arsyad, 2006)
Menurut Danim, (2008: 7), ”Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.” Sedangkan Soeharto (2003) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siwa.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, yang mampu menarik perhatian siswa sehingga termotivasi untuk melakukan proses pembelajaran.
  1. Fungsi Media Pendidikan
Salah satu fungsi utama dari penggunaan media pendidikan dalam proses pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun fungsi  media  pendidikan  dalam  proses  pembelajaran  adalah: 1) menarik perhatian siswa, 2) membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran, 3) memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, 4) mengatasi keterbatasan ruang, 5) pembelajaran lebih komunikatif dan produktif, 6) waktu pembelajaran bisa dikondisikan, 7) menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar, 8) meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu, 9) melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam, 10) meningkatkan kadar keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. (Fathurrohman: 2007)
  1. Macam-macam Media Pendidikan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, berpengaruh terhadap perkembangan media pendidikan. Cukup banyak jenis dan bentuk media pendidikan yang bisa digunakan dalam proses pemebalajaran. Mulai dari yang sederhana, hingga yang berteknologi tinggi yang memerlukan kompetensi khusus dalam penggunaannya.
Menurut jenisnya, media terbagi atas: 1) auditif, media yang mengandalkan kemampuan suara saja seperti radio, casette recorder, piringan hitam; 2) visual, media yang hanya mengandalkan indera penglihatan, seperti gambar, atau simbol yang bergerak, foto, lukisan; 3) audio visual, media yang mempunyai unsur suara dan gambar. (Fathurrohman: 2007)
Dilihat dari daya liputnya, media dibagi menjadi, 1) media dengan daya liput luas dan serentak, penggunaan media ini tidak terbatas ruang dan tempat serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang bayak dalam waktu yang sama; 2) media dengan daya liput yang terbatas ruang dan waktu, dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat khusus seperti film, slide, yang memerlukan ruang tertutup dan gelap. (Fathurrohman: 2007)
Sedangkan jika dilihat dari bahan pembuatannya media dibagi atas, 1) media sederhana, yaitu media yang bahan dasarnya mudah diperoleh dengan harga murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit; 2) media kompleks, yaitu media dengan bahan yang sulit didapat, alat tidak mudah dibuat, dan harga relatif mahal. (Fathurrohman: 2007)
4.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Pemilihan Media Pendidikan
Begitu banyaknya jenis dan bentuk media pendidikan yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, memungkinkan guru untuk memvariasikan media pendidikan yang akan digunakan. Meskipun demikian, dalam pemilihan media, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, 1) objektivitas, media yang dipilih bukan atas kesenangan atau kebutuhan guru, melainkan keperluan sistem belajar; 2) program pengajaran, media yang digunakan harus sesuai dengan program pengajaran yang bersumber dari kurikulum; 3) sasaran program, media yang akan digunakan harus dilihat kesesuaiannya dengan perkembangan peserta didik, baik dari segi bahasa, simbol, cara dan kesepatan penyajian maupun waktu penggunaannya; 4) situasi dan kondisi, yaitu situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruangan yang akan dipergunakan; 5) kualitas teknik, seandainya ada rekaman suara atau gambar dan alat-alat lain yang perlu penyempurnaan sebelum digunakan. (Fathurrohman: 2007)
D.  Urgensi Perencanaan Pendidikan dalam Pengadaan Media Pendidikan
Sebagaimana yang telah disinggung dalam bab pendahuluan, salah satu masalah pendidikan yang terjadi adalah media pendidikan. Permasalahan itu terlihat jelas dari beberapa aspek seperti, ketiadaan media pendidikan, kurangnya kuantitas media pendidikan, ketidakcocokan media pendidikan yang ada dengan kebutuhan, rendahnya kompetensi guru sebagai pengguna media, rendahnya kesadaran guru untuk menggunakan media yang diperparah dengan kurangnya perhatian dan motivasi kepala sekolah terhadap guru sehubungan dengan penggunaan media pendidikan.
Empat aspek pertama yang dikemukakan di atas, terjadi bisa saja karena perencanaan yang tidak mantap dari pengelola pendidikan. Sedangkan dua aspek terakhir terjadi karena lemahnya kesadaran dari tenaga kependidikan termasuk kepala sekolah akan pentingnya penggunaan media dalam proses pembelajaran.
Keberadaan media pendidikan dalam proses pembelajaran, memang perlu direncanakan sebelumnya. Dimulai dengan analisis kebutuhan kepada guru-guru tentang apa yang mereka butuhkan dalam proses pembelajaran terkait dengan media yang mereka gunakan. Dari hasil analisis kebutuhan tersebut akan diketahui jenis dan bentuk media pendidikan apa yang diperlukan guru, dan berapa jumlah yang dibutuhkan. Hal ini kemudian akan ditindaklanjuti dengan merumuskannya ke dalam program kerja sekolah.
Urgensi perencanaan pendidikan dalam proses pengadaan media pendidikan, setidaknya dapat dilihat dari hal-hal berikut:
  1. Perencanaan pendidikan akan memberikan arah bagi pengelola pendidikan dalam hal pengadaan media pendidikan. Pengelola pendidikan akan mampu memperkirakan kebutuhan-kebutuhan guru terkait dengan media pendidikan.
  2. Meminimalkan pemborosan dan tumpang tindih kegiatan. Pemborosan akan terjadi jika media pendidikan yang telah dibeli dengan harga mahal, namun tidak pernah digunakan dalam proses pembelajaran. Ini bisa saja disebabkan karena media tersebut tidak cocok digunakan untuk materi pembelajaran. Hal ini dapat dijadikan pelajaran agar dalam pembelian media pendidikan selanjutnya, perlu dilakukan analisis kebutuhan. Sehingga media yang akan dibeli, betul-betul terpakai nantinya. Jika media tersebut tidak terpakai karena kurangnya kompetensi guru dalam menggunakan media tersebut, maka pengelola pendidikan perlu merencanakan program pelatihan bagi guru dalam penggunaan media pendidikan tersebut.
  3. Perencanaan pendidikan bisa menentukan standar keberhasilan. Dalam hal ini, pengelola pendidikan bisa menjadikan perencanaan untuk melihat efektifitas penggunaan media dalam proses pembelajaran. Pengelola bisa mengevaluasi apakah media pendidikan yang telah dibeli, mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran.
BAB III
KESIMPULAN
  1. A. Kesimpulan
Dari penjelasan bab-bab terdahulu dapat diambil kesimpulan,
  1. Pendidikan sebagai suatu sistem, memiliki komponen-komponen, 1) masukan (input), yaitu calon peserta didik; 2) masukan instrumental (instrumental input), terdiri dari tujuan pendidikan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, ideologi, serta pengelolaan, penilaian, pengawasan, dan peran serta masyarakat; 3) masukan lingkungan (enviromental input), terdiri dari geografi, demografi/lingkungan fisik, agama, fasilitas dan budaya, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan;  4) proses (process), yaitu kegiatan pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang menjadi input dunia pendidikan, sampai siswa tersebut tamat dari suatu tingkat pendidikan; 5) keluaran (output) adalah siswa yang telah memperoleh proses pembelajaran dalam masa waktu tertentu dan telah dinyatakan lulus dan berhak untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, atau terjun ke dunia kerja.
  2. Setiap komponen sistem pendidikan itu, akan saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
  3. Perencanaan pendidikan adalah suatu proses untuk menetapkan tujuan, menyediakan fasilitas serta lingkungan tertentu, mengidentifikasikan prasyarat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta menetapkan cara yang efektif dan efisien dalam usaha membentuk manusia agar memiliki kompetensi sosial dan individu secara maksimal.
3.  Media pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, yang mampu menarik perhatian siswa sehingga termotivasi untuk melakukan proses pembelajaran.
4.   Urgensi perencanaan pendidikan dalam proses pengadaan media pendidikan, setidaknya dapat dilihat dari hal-hal berikut:Pertama,  perencanaan pendidikan akan memberikan arah bagi pengelola pendidikan dalam hal pengadaan media pendidikan. Pengelola pendidikan akan mampu memperkirakan kebutuhan-kebutuhan guru terkait dengan media pendidikan, Kedua, meminimalkan pemborosan dan tumpang tindih kegiatan. Pemborosan akan terjadi jika media pendidikan yang telah dibeli dengan harga mahal, namun tidak pernah digunakan dalam proses pembelajaran. Ini bisa saja disebabkan karena media tersebut tidak cocok digunakan untuk materi pembelajaran. Hal ini dapat dijadikan pelajaran agar dalam pembelian media pendidikan selanjutnya, perlu dilakukan analisis kebutuhan. Sehingga media yang akan dibeli, betul-betul terpakai nantinya. Jika media tersebut tidak terpakai karena kurangnya kompetensi guru dalam menggunakan media tersebut, maka pengelola pendidikan perlu merencanakan program pelatihan bagi guru dalam penggunaan media pendidikan tersebut. Ketiga, perencanaan pendidikan bisa menentukan standar keberhasilan. Dalam hal ini, pengelola pendidikan bisa menjadikan perencanaan untuk melihat efektifitas penggunaan media dalam proses pembelajaran. Pengelola bisa mengevaluasi apakah media pendidikan yang telah dibeli, mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran.
  1. B. Saran
Peningkatan mutu pendidikan hendaknya dilakukan dalam paradigma sistem. Artinya, peningkatan mutu pendidikan akan berhasil dengan baik jika komponen-komponen dalam sistem pendidikan itu diperhatikan dan juga ditingkatkan mutunya. Sehubungan itu, masyarakat, pengelola pendidikan, pengambil kebijakan, dan pemerhati pendidikan hendaknya bersatu dalam usaha peningkatan mutu pendidikan.
..,
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Aziz, Nasrullah. 2010. Diktat matakuliah Perencanaan Pendidikan. Padang: Pascasarjana.
Danim, Sudarwan. 2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Fathurrohman, Pupuh dan Sobri Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami.Bandung: Refika Aditama.
Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Rifma, dkk. 2000. Bahan Ajar Matakuliah Perencanaan Pendidikan 1. Padang: Universitas Negeri Padang.
Sardiman. 2008. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Soeharto, Karti. 2003. Teknologi Pembelajaran: Pendekatan Sistem, Konsepsi dan Model, SAP, Evaluasi, Sumber Belajar dan Media. Surabaya: Surabaya Intellectual Club.
Soenarya, Endang. 2000. Teori Perencanaan Pendidikan: Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta: Adicita.
Tirtarahardja, Umar dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.